Tuesday, November 28, 2006

din yang universal, bukan mazhab (agama) yang sektarian

Din sering diterjemahkan sebagai agama, yang sebenarnya tidak sepenuhnya betul. Sulit mencari padanan katanya dalam bahasa Indonesia, namun kita dapat mencoba memahaminya dari beberapa ayat. Dalam 2:131 itu digunakan dalam hal berserah diri atau tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam. Dan dalam 3:19-20 dikaitkan dengan ketundukan pada Kitab dan ayat-ayatNya serta keberserah-dirian kepada Tuhan. Dalam 9:29 dikaitkan dengan ketundukan pada hukum-hukum Tuhan. Dalam 12:76 dikaitkan dengan hukum (raja). Dalam 24:2 kata Dinillah dikaitkan dengan hukum Tuhan. Kata Din pertama kali muncul pada surat pertama 1:4 untuk menujukkan suatu hari di mana hukum atau sistem Tuhan dengan keadilan yang sempurna berlaku secara mutlak terhadap semua makhlukNya. Setiap individu akan mendapatkan balasan berdasarkan hukum ketuhanan yang dinamakan Din. Jadi garis besarnya, Din menunjukkan suatu hukum atau sistem atau jalan hidup. Apa yang kita lakukan terhadap Islam dengan menjadikannya sebagai label agama adalah merupakan pendangkalan dari makna Din yang sebenarnya. Lebih jauh lagi, Din bukanlah mazhab yang merupakan hukum atau sistem yang dibuat oleh manusia. Mazhab membuat umat terpecah-pecah sedangkan Din bersifat universal dan mempersatukan manusia.

Menarik sekali bahwa istilah Din disebutkan di banyak tempat di dalam Quran, sementara Mazhab tak sekalipun disebutkan. Quran merupakan fundamen dari Islam, sedang Din merupakan satu-satunya hal yang terpenting dan tak terpisahkan dari Islam.

Sesungguhnya Din di sisi Allah adalah Islam…

Tuhan menyatakan bahwa satu-satunya Din yang diterima Tuhan adalah Islam (3:19, 85). Beberapa alasan berikut memberikan alasannya: Islam menghendaki bukti-bukti kebenaran yang obyektif (2:111; 21:24), meminta penelaahan secara intelektual sebelum meyakini (17:36), menyatukan bangsa-bangsa dan etnis-etnis yang berbeda (49:13), menjanjikan keadilan kepada setiap orang apapun keyakinan dan etnisnya (5:8), mengajak kepada kedamaian dan realitas (60:8,9), menolak kependetaan (pemimpin agama) dan perantaraan antara Tuhan dan umat manusia (2:48, 9:31-34), mendorong pemerataan kekayaan (59:7), mencegah aktivitas yang spekulatif, merugikan diri sendiri ataupun pihak lain, dan yang tidak produktif (2:275, 5:90, 3:130), dalam masalah umum, menghendaki permufakatan (42:38), menghormati individu dan memuliakan kehidupan (5:32), menghargai kaum wanita (3:195, 4:124, 16:97), meminta kita untuk hidup secara harmonis dengan alam dan lingkungan (30:41).

Dengan dasar Quran pulalah Nabi Muhammad dahulu membangun tata sosial bagi masyarakat di Madinah. Menarik untuk dicermati bahwa kota inipun dinamakan dengan kandungan kata Din di dalamnya, karena memang inilah kota pertama dimana Nabi menegakkan Din sebagai sistem sosial yang didasarkan pada hukum-hukum Quran. Dari wahyu-wahyu yang diterimanya, Nabi melaksanakan pemerintahan dan memberlakukan berbagai peraturan yang diturunkan dari Quran: perdagangan, warisan, perkawinan, perceraian, distribusi kekayaan, dan hukum-hukum yang mengatur tentang pencurian, pembunuhan, perjudian, dsb. Dengan menerapkan standar tatanan kemasyarakatan yang baru, secara spiritual maupun sosial, masyarakat Madinah dibangkitkan menjadi komunitas yang dinamis, kuat dan harmonis. Bahkan dengan kenyataan pada saat itu dimana masyarakatnya memiliki heterogenitas yang tinggi. Inilah jalan hidup atau Din itu. Hukum-hukum yang Qurani ditegakkan secara adil dan konsisten bagi semua orang di sepanjang waktu.

Pada hari ini orang-orang kafir (yang menolak kebenaran) berputus asa terhadap Din kamu, maka janganlah takut kepada mereka, tapi takutlah kepadaKu. Pada hari ini telah aku sempurnakan Dinmu bagimu, dan telah aku lengkapkan nikmatKu kepadamu, dan telah Aku pilihkan Islam sebagai Dinmu. (5:3)

No comments: